Pages

Kegiatan Magang Merdeka BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

 


Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! yuk intip keseruan kami magang di BMKG!

Bentuk Kegiatan Pembelajaran yang memberikan wawasan dan pengalaman praktis kepada mahasiswa mengenai kegiatan riil di dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja (IDUKA) yang dilaksanakan selama 1 semester (setara 20 SKS). Melalui Magang, mahasiswa memperoleh hardskills (keterampilan, complex problem solving, analytical skills, dan sebagainya), maupun soft skills (etika profesi/kerja, komunikasi, kerjasama, dan sebagainya). Magang MBKM Prodi Pendidikan Geografi, adalah yang diinisiasi oleh mahasiswa secara mandiri dengan mengikuti standar isi, proses, dan penilaian yang telah ditetapkan oleh Kampus. Panduan ini berlaku untuk kegiatan Magang jenis ini, yaitu yang diinisiasi oleh mahasiswa dengan mengikuti kebijakan Magang MBKM Prodi dan bukan Magang yang diinisiasi oleh lembaga di luar Kampus. Kegiatan ini memiliki tujuan untuk memberikan Pembelajaran luar kampus dengan pengalaman terlibat didalam kegiatan di institusi, untuk memenuhi kebutuhan pengambilan data dalam menunjang pembuatan skripsi. Memberikan pengalaman kepada Mahasiswa Pendidikan Geografi UNJ terkait dunia kerja dibidang kegeografian dan kependidikan. Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran sikap professional mahasiswa sebagai calon profesional yang bertanggung jawab. Mahasiswa mengetahui tugas dan fungsi dari institusi tempat magang.

Dalam melaksanakan program MBKM ini, mahasiswa magang ditargetkan untuk menghasilkan konten yang terkait dengan iklim dan geografi setiap minggu, membuat perangkat pembelajaran, dan mengadakan edukasi masyarakat. Selama periode magang, mahasiswa magang telah menghasilkan xx konten yang dibagikan di berbagai sosial media, seperti Instagram, tiktok, facebook, twitter, dan youtube. Selain itu, tim mahasiswa juga telah menghasilkan perangkat pembelajaran serta mengadakan edukasi masyarakat dengan total sejumlah 3 kali penyelenggaraan. Penyelenggaraan edukasi dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman lebih lanjut terkait isu perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi yang terjadi di lingkungan masyarakat. Hal ini sesuai dengan misi tim mahasiswa magang Pendidikan Geografi sebagai calon pendidik untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Adapun tema yang ditetapkan setiap edukasi disesuaikan dengan masalah nyata yang terjadi di lingkungan masyarakat tersebut.

Edukasi pertama diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2023 yang berlokasi di Aula PTSP Keluarahan Bidara Cina. Pelaksanaan kegiatan edukasi ini melibatkan kerjasama antara mahasiswa/i magang MBKM BMKG dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Edukasi ini memiliki tema utama yaitu “Keterkaitan perubahan iklim terhadap banjir dan dampaknya pada kasus penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) di Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur”. Adapun alasan pengambilan tema ini didasarkan atas adanya kasus banjir dan kasus DBD yang terjadi di Kelurahan Bidara Cina yang telah diobservasi oleh tim mahasiswa/i KKN Bidara Cina. Edukasi masyarakat ini menghadirkan Narasumber dari Mitra MBKM yaitu Bapak Hary Tirto Djatmiko dan narasumber dari Puskesmas Bidara Cina yaitu dr. Gemelly Nurhidayat. Kegiatan edukasi ini dihadiri oleh total 27 warga yang tergabung dalam komunitas Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Komunitas Dasawisma Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Perwakilan warga terdampak bencana banjir. Pelaksanaan edukasi di Bidara Cina ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan terkait terjadinya bencana banjir dan melonjaknya kasus DBD yang memiliki keterkaitan dengan adanya perubahan iklim. Maka dari itu, diharapkan setelah edukasi ini masyarakat dapat paham dan memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan sebagai bagian dari upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Edukasi kedua diselenggarakan pada 25 Mei 2023 yang berlokasi di Aula Kelurahan Manggarai. Sama dengan edukasi sebelumnya, pelaksanaan edukasi ini juga melibatkan kerjasama antara mahasiswa/i magang MBKM BMKG dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelurahan Manggarai. Adapun pokok utama pembahasannya adalah “Adaptasi Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan” dengan menghadirkan Narasumber dari Mitra MBKM yaitu Bapak Siswanto, M.Sc, P.Hd dan juga narasumber dari dosen Pendidikan Geografi UNJ yaitu Bapak Dr. Muzani Jalaluddin, M.Si. Kegiatan edukasi dihadiri oleh total xx yang terdiri dari Ketua RW, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), Dasawisma, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Karang Taruna. Selama kegiatan, peserta diberikan dua materi, yaitu terkait adaptasi perubahan iklim terhadap bencana banjir yang disampaikan oleh pemateri BMKG dan upaya mitigasi bencana banjir yang disampaikan oleh pemateri dari dosen Pendidikan Geografi UNJ.


Edukasi kedua diselenggarakan pada 25 Mei 2023 yang berlokasi di Aula Kelurahan Manggarai. Sama dengan edukasi sebelumnya, pelaksanaan edukasi ini juga melibatkan kerjasama antara mahasiswa/i magang MBKM BMKG dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelurahan Manggarai. Adapun pokok utama pembahasannya adalah “Adaptasi Perubahan Iklim dan Mitigasi Bencana Banjir di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan” dengan menghadirkan Narasumber dari Mitra MBKM yaitu Bapak Siswanto, M.Sc, P.Hd dan juga narasumber dari dosen Pendidikan Geografi UNJ yaitu Bapak Dr. Muzani Jalaluddin, M.Si. Kegiatan edukasi dihadiri oleh total xx yang terdiri dari Ketua RW, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), Dasawisma, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Karang Taruna. Selama kegiatan, peserta diberikan dua materi, yaitu terkait adaptasi perubahan iklim terhadap bencana banjir yang disampaikan oleh pemateri BMKG dan upaya mitigasi bencana banjir yang disampaikan oleh pemateri dari dosen Pendidikan Geografi UNJ.


Edukasi ketiga diselenggarakan pada 30 Mei 2023 yang berlokasi di SMAN 109 Jakarta. Pelaksanaan edukasi ini melibatkan kerjasama antara mahasiswa/i magang MBKM BMKG dan pihak SMAN 109 Jakarta. Adapun pokok utama pembahasannya adalah “Paradigma Maritim dan Iklim Indonesia” dengan menggunakan media E-Magazine buatan anak magang BMKG berjudul EDU-GEO. Kegiatan ini dihadiri 37 peserta didik bersama 2 pendidik mata pelajaran geografi. Dilaksanakan dengan seru karena menjelaskan materi dan dibersamai dengan games maritim serta bernyanyi mars maritim Indonesia untuk menguatkan literasi iklim dan maritim Indonesia yang nyata adanya. 

Terimakasih kami ucapkan kepada  Bapak Hary Tirto Djatmiko dan Bapak Siswanto, M.Si. selaku Pembimbing magang kami di Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, semoga seluruh ilmu yang diberikan dapat menjadi bekal kami di masa depan. Sehat selalu, bapak sekalian. 

0

EDU - GEO Paradigma Maritim dan Iklim Indonesia

 


Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Magang BMKG, yuk! baca disini yuuk!

Mengapa Indonesia Disebut Negara Maritim? Apakah Indonesia sudah memenuhi kriteria nya?

Mengapa Indonesia disebut negara maritim? Negara maritim merupakan wilayah yang memanfaatkan wilayah lautnya dalam konteks pelayaran secara umum. Dikatakan negara maritim, karena hampir 70 persen wilayah Indonesia merupakan perairan, dan hanya 30 persen yang berupa daratan. Menurut KBBI, maritim berkenaan dengan laut, dan berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.

Mengapa Indonesia disebut negara maritim? Negara maritim memiliki peranan penting sebagai tulang punggung eksistensi, dalam pengembangan suatu bangsa dan negara. Kekuatan maritim suatu negara, mencakup seluruh kekuatan nasional dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang didasarkan kepada kondisi geografis teritorial.

Mengapa Indonesia disebut negara maritim? karena memiliki wilayah dalam bentuk laut dan perairan yang luasnya lebih lebar dari daratan. Adapun sumber daya negara maritim sangat melimpah, seperti energi dan mineral. Sebagai negara maritim yang terbesar, populasi masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian nelayan.

Wah sebenarnya memang Indonesia cocok sekali disebut negara maritim karena kriterianya cukup sesuai? namun bagaimana kita memastikan negara kita sebagai negara maritim dan cita-cita menjadi poros maritim dunia? yuk simak selengkapnya pada file berikut!  baca disini yuuk!

0

Iklim : Dari Fenomenan Global hingga Dampak Lokal

 


Gas Pencemar Udara NO2 & SO2 Membuat Air Hujan Sorong Menjadi Asam? read more now!

Udara bersih merupakan faktor penting bagi kehidupan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Meningkatnya era globalisasi dunia membuat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan semakin meningkat. Tingginya mobilitas membuat pencemaran semakin merajalela, akibatnya makhluk hidup sulit merasakan udara bersih seperti dulu kala. Pencemaran udara merusak semua hal, zaman dulu masyarakat masih bisa memanfaatkan air hujan untuk keberlangsungan pangan namun sekarang sudah dipastikan sulit memanfaatkannya.

Pencemaran udara merupakan salah satu masalah lingkungan yang paling penting. Peningkatan aktivitas penduduk, kegiatan industri dan penggunaan kendaraan bermotor di lingkungan perkotaan menyebabkan peningkatan kadar polutan di atmosfer. Konsentrasi polutan di atmosfer penting dalam kaitannya dengan kesehatan manusia dan lingkungan. Polutan gas ANALISIS IKLIM 10 KLIMA - Tahun 2022 anorganik seperti Nitrogen Dioksida (NO2) dan Sulfur Dioksida (SO2 ) adalah polutan atmosfer yang paling berperan di dalam polusi udara. SO2 dan NO2 merupakan polutan udara konvensional. Sumber utama NO2 dan SO2 di atmosfer adalah aktivitas lalu lintas di jalan raya, pemanas rumah tangga, dan emisi industri. Dampak Nitrogen Oksida (NO2) dalam bentuk Nitrogen Dioksida (NO2) dan Sulfur Oksida (SO2) dalam bentuk Sulfur Dioksida (SO2) terhadap manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia (Belanger, dkk., 2006).

Menurut penelitian Suyono (2014), NO2 bersumber dari pembakaran bahan bakar bensin, pembakaran sampah, dan aktivitas manusia. Selain itu, konsentrasi NO2 terbukti meningkat seiring bertambahnya jumlah kendaraan bermotor (Wijayanti, 2012). Berkebalikan dengan NO2 , konsentrasi SO2 justru menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada pertengahan tahun 2021 dibanding tahun 2020. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan walaupun pergerakan masyarakat dan kendaraan dibatasi, namun kegiatan yang menggunakan bahan bakar diesel dan solar masih tetap beroperasi (KLHK, 2016).

Konsentrasi NO2 berkebalikan dengan pH air hujan. Apabila konsentrasi NO2 tinggi, maka nilai pH air hujan rendah. Nilai korelasi yang rendah ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan berbagai faktor meteorologi lainnya, seperti suhu, kelembaban dan kecepatan angin (Istirokhatun, dkk., 2016). Dengan demikian, gas pencemar udara NO2 dan SO2 sangat mempengaruhi terjadinya proses hujan asam, hal ini ditunjukkan dengan nilai konsentrasi NO2 dan SO2 yang mengalami penurunan selama periode pengamatan dan menjadi tinggi ketika pertengahan tahun (Juni-Agustus). Konsentrasi NO2 dan SO2 dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik. Korelasi NO2 dengan pH air hujan bernilai positif, sedangkan SO2 dan pH air hujan bernilai negatif. Indeks baku mutu dan ISPU udara ambien, nilai konsentrasi NO2 dan SO2 masih jauh di bawah ambang batas, hal ini menunjukkan kondisi kualitas udara di wilayah Sorong (pada periode pengamatan) dalam keadaan baik.

Ibu kota Negara Indonesia, Jakarta, menjadi kota dengan tingkat polutan NO2 tertinggi di Indonesia dengan ratarata tahunan mencapai 7,65 nmol/ cm2 . Kedudukan Jakarta sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, dalam kesehariannya tidak terlepas dari kegiatan yang berkaitan dengan mobilitas kendaraan bermotor sehingga banyak menyumbang polutan. Polusi kendaraan bermotor dapat berperan sebagai sumber utama NO2 di udara. Namun tidak hanya Jakarta, beberapa ibu kota provinsi yang berada di Pulau Jawa seperti Serang, Surabaya, Semarang, dan Bandung juga tergolong dalam 10 besar kota dengan tingkat polutan NO2 tertinggi selama 2021. Di Pulau Sumatera terdapat 3 ibu kota provinsi yang tergolong dalam kelompok peringkat tertinggi (Pekanbaru, Tanjung Pinang, dan Medan), selanjutnya diikuti kota-kota lain yang tersebar di Nusa Tenggara dan Pulau Sulawesi yaitu Mataram dan Kendari. Sementara itu, wilayah di Pulau Kalimantan dan Papua memperlihatkan konsentrasi NO2 yang cenderung lebih rendah dikarenakan masih minimnya aktivitas yang menggunakan kendaraan bermotor.

Seberapa Basah Dampak La Nina pada 2022?

            Fenomena kejadian hujan yang masih turun di tengah-tengah periode musim kemarau cenderung semakin sering terjadi beberapa tahun terakhir ini. Perubahan iklim disinyalir sebagai salah satu biang kerok yang menyebabkan adanya kondisi ekstrem basah di musim kemarau. Seperti yang selama ini kita ketahui bersama, terdapat beberapa fenomena atmosfer dan interaksinya dengan laut di sekitar wilayah Indonesia yang memberikan kontribusi terhadap kondisi iklim di Indonesia. Beberapa faktor dominan tersebut diantaranya ENSO (El Niño-Southern Oscillation) di Samudera Pasifik, IOD (Indian Ocean Dipole) di Samudera Hindia, suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia, monsun Asia - Australia, Madden - Julian Oscillation (MJO) serta berbagai gelombang atmosfer di sekitar wilayah tropis lainnya seperti gelombang Kelvin dan gelombang Rossby. Sumbangsih pengaruh dari masing-masing faktor ini tentunya bervariasi terhadap waktu dan lokasi, serta dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Fenomena La Nina merupakan salah satu fenomena ENSO (El Niño-Southern Oscillation) yang terjadi disebabkan suhu muka laut di Pasifik Timur lebih rendah daripada keadaan normalnya. Terjadi penguatan angin Pasat Timur Laut di sepanjang Samudra Pasifik. Hal ini menyebabkan suhu muka laut di wilayah Indonesia menjadi lebih hangat dan lebih banyak konveksi, mengakibatkan banyak pertumbuhan awan di wilayah Indonesia termasuk dari Pasifik Timur dan meningkatkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Dampaknya terjadi kemarau yang lebih basah dan lebih awal memasuki musim hujan di sebagian wilayah Indonesia.


0

Informasi Iklim dan Air (Hidrometeorologi) untuk Pengurangan Resiko Bencana


 

Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk! Read more disini yaa!

KLIMA VI/2022 banyak mengulas mengenai peringatan dan tindakan dini iklim melalui informasi iklim dan cuaca. Mulai dari pembahasan tentang fenomena Triple-Dip atau “Hattrick” La Niña selama 2020–2022 lengkap dengan dampaknya seperti fenomena banjir di Pakistan. Edisi kali ini juga memuat gagasan tentang konsep informasi iklim kritis untuk tanaman, diet jejak karbon dan juga pengenalan kebijakan Pajak Karbon. Selain itu Kedeputian Bidang Klimatologi masih konsisten menggiatkan Literasi untuk Aksi Iklim Generasi Muda dan Masyarakat Komunitas yang memiliki misi meningkatkan resiliensi masyarakat dan membangun perilaku sadar dan peduli iklim sejak dini, terutama pada generasi muda. Kegiatan yang tidak kalah seru dan bergengsi kembali masuk dalam deretan liputan KLIMA, diantaranya Festival Sekolah Lapang BMKG Tahun 2022 dan Ekspose Nasional Monitoring dan Adaptasi Perubahan Iklim. KLIMA VI/2022 juga menyajikan tulisan inovasi mengenai revitalisasi CEWS, pemanfaatan software CROPWAT 8.0 untuk sektor pertanian, serta pengembangan Ina-MME dan website iklim. Tak lupa dengan sejumlah tokoh inspiratif turut hadir menghiasi melalui liputan wawancara eksklusif kali ini. 

BMKG melalui CEWS (Climate Early Warning System) telah memfasilitasi masyarakat dengan sistem peringatan dini iklim yang berkala baik dasarian, bulanan, maupun tahunan. Pada tahun ini pun telah dilakukan launching web iklim.bmkg.go.id untuk semakin memudahkan masyarakat mengakses informasi iklim dan kualitas udara. Revitalisasi CEWS juga terus dilakukan untuk mendukung efektivitas penyebaran peringatan dini iklim serta menjadi operational display room informasi klimatologi. Dalam manajemen kebencanaan, selain penguatan komponen struktural dari peringatan dini, hal tak kalah pentingnya adalah respon masyarakat dalam aksi dini. Ini juga menjadi hal yang ditekankan oleh WMO sehingga tahun ini menjadi tagline hari Meteorologi Dunia “Early Warning and Early Actions”. Secanggih apapun peringatan dini yang disiapkan, apabila tidak disertai dengan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam merespon peringatan dini, maka prioritas pengurangan risiko bencana berupa people center dan zero victim tidak akan tercapai. Masyarakat memerlukan sarana literasi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam melek early warning (literated society). Literasi Iklim yang menyasar masyarakat multi-segmen, melalui kerjasama  dengan multipihak, pembekalan materi dengan multipihak, pembekalan materi pembelajaran yang interaktif dan sesuai sasaran audience, memanfaatkan strategi dan pendekatan diseminasi informasi yang efektif, ini akan membuahkan percepatan kesadaran tindakan aksi dini dalam masyarakat. Kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk petani dan Literasi Iklim untuk Generasi Muda dan Masyarakat Komunitas merupakan dua kegiatan literasi yang diusung Kedeputian Bidang Klimatologi yang menjadi program unggulan dan prioritas BMKG dalam berinteraksi langsung dengan pengguna terakhir informasi BMKG (BMKG end user). SLI diharapkan dapat menjadi bagian dari pertanian cerdas iklim (climate smart agriculture) yang berujung pada ketahanan pangan nasional. SLI dan Literasi Iklim untuk Generasi Muda dan Masyarakat Komunitas diharapkan menjadi bagian yang mendukung program pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat agar mampu melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim secara mandiri.

Di sisi lain, layanan informasi iklim dan kualitas udara BMKG pun membutuhkan keberlanjutan inovasi dan pengembangan sehingga memenuhi ekspektasi masyarakat. Informasi iklim yang dapat langsung diterapkan dalam pengambilan keputusan (climate smart decision) menuntut informasi berbasis dampak di semua sektor. Masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, yang tergugah dan terlibat dalam gerakan aksi mandiri (diet) jejak karbon pada level grassroot, serta rencana penerapan kebijakan Pajak Karbon oleh pemerintah dalam skala nasional mungkin bisa menjawab tantangan Perjanjian Paris 2015: pemanasan global dan perubahan iklim ditahan pada kenaikan suhu 1.5°C terhadap iklim praindustri pada tahun 2050. dan menumbuhkan kesadaran literasi masyarakat tidak serta merta menjadi tanggung jawab satu pihak saja, entah pihak pemerintah melalui lembagalembaga penyedia layanan publiknya saja atau justru masyarakatnya sendiri yang dituntut untuk lebih berdaya guna. Lebih dari itu, diperlukan kerangka kerjasama dan interaksi multiplediscipline dan multi-level yang saling berkolaborasi dan bersinergi untuk terus berinovasi dan terjun langsung mengupayakan berbagai solusi riil demi terciptanya “masyarakat siap-cuaca dan cerdas-iklim dengan peringatan dini dan aksi dini” (weather-ready and climatesmart society with early warning and early actions). Berpikir dan bertindak positif, kita bisa melakukannya.


Read more at 

0

Anomali Iklim : Antara Sisi Bencana dan Sisi Keberkahannya

 

Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk!

Majalah Klima merupakan sebuah media informasi dan publikasi Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG yang memuat segala informasi dan materi yang berkaitan dengan iklim di kehidupan sehari-hari. Majalah klima hingga 2023 terdapat tujuh edisi yang memiliki karakteristik dan pembahasannya masing-masing. Majalah klima tersebut memberikan manfaat sebagai sumber belajar, ilmu dan pengetahuan klimatologi bagi pembacanya.

Majalah Klima Edisi V adalah media informasi dan publikasi Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG yang terbit pada tahun 2021. Majalah Klima Edisi V membahas topik utama yakni “Anomali Iklim: Antara Sisi Bencana dan Sisi Keberkahannya” yang memuat pembahasan seputar fenomena ekstrem seperti Bencana Hidrometeorologi dan Fenomena La Nina yang terjadi di Planet Bumi.

Pembahasan pertama pada Edisi V yaitu “La Nina, Tak Hanya dan Tak Harus dibaca dari Sisi Bencana saja”. Bab tersebut membahas La Nina yang ditandai dengan Fenomena iklim global itu diidentifikasi dari pemantauan terhadap menghangatnya suhu muka laut di wilayah perairan Pasifik Ekuator bagian tengah dan timur. La Niña sudah diketahui umumnya memberikan efek pendinginan suhu bumi secara global. Wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara termasuk Indonesia dan sebagian Australia pada umumnya berpeluang mengalami curah hujan diatas normal selama periode La Niña berlangsung. Sesuai dengan prediksi tersebut, akhirnya memang La Niña benar-benar terjadi, bahkan berlangsung hingga awal Juni 2021 dengan intensitas sedang hingga kuat. Walaupun La Niña kali ini tidak sekuat La Niña tahun 2010- 2011. La Niña 2020-2021 juga memiliki kekhususan karena terjadi di masa-masa pandemi yang mengharuskan diterapkannya pembatasan aktivitas sosial di hampir seluruh dunia. Kekhawatiran pun bertemu, antara kebijakan lebih banyak diam di rumah dengan ancaman La Niña terhadap pembentukan cuaca berdampak signifikan kepada masyarakat. Dampak negatif La Niña terhadap kecenderungan kondisi iklim di Indonesia yang lebih basah sudah diketahui oleh peneliti dari beberapa pengkajian data. Penguatan “hujan La Niña” diketahui lebih kuat pada periode September - November, yaitu masa peralihan musim kemarau menuju musim penghujan, terutama di wilayah Indonesia bagian selatan. Penguatan itu juga masih akan dirasakan pada periode musim hujan (Desember - Februari). Bencana banjir dan longsor menjadi momok yang menakutkan pada periode ini. Selama ini La Niña lebih sering dipandang sebagai gangguan iklim skala global yang memiliki sisi buruk (negatif) berupa bencana saja. Padahal, beberapa kajian menunjukkan ada sisi positif yang dapat dimanfaatkan dari fenomena La Niña. Nangimah, dkk. (2018) menyatakan dari enam kali kejadian La Niña selama periode 30 tahun terakhir, telah terjadi surplus air tanah tahunan sebesar 775 mm atau 222% dari kondisi normalnya di wilayah Waeapo, Pulau Buru. Sehingga periode tumbuh tanaman yang tersedia berlangsung sepanjang tahun (12 bulan), lebih panjang dari biasanya yaitu delapan bulan. Ini merupakan salah satu contoh potensi pemanfaatan dari hujan yang banyak terjadi selama periode La Niña. Perkebunan karet dan sawah lahan kering atau tadah hujan berpotensi mendapatkan manfaat dari melimpahnya air pada periode La Niña tersebut.

Pembahasan berikutnya mengenai “Strategi Mitigasi dalam Mengantisipasi Bencana Hidrometeorologi”. Di Indonesia sendiri, demi menunjang program penanggulangan kebencanaan Nasional, BNPB membuat Program Pencegahan Bencana 2020-2024 yang terdiri dari tujuh program. Selain itu, BNPB juga membuat sistem aplikasi yang dinamakan InaRISK yang berisi peta risiko bencana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai risiko bencana (banjir, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami). Adapun beberapa strategi gerakan mitigasi yang berbasis kearifan lokal yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada majalah klima edisi V tersebut juga membahas strategi dan kebijakan peningkatan produktivitas pertanian tanaman pangan dalam menghadapi tahun basah La Niña. Adapun strategi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian yaitu dengan melakukan tindakan antisipasi dan mitigasi dengan cara berusaha meningkatkan produktivitas pertanian tanaman pangan melalui kegiatan (1) pemetaan (mapping) wilayah-wilayah rawan banjir, (2) pemantauan rutin terhadap early warning system dan informasi dari BMKG, (3) pengerahan Brigade La Niña (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin dan Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling, (4) pompanisasi in dan out dari sawah dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier/kuarter, (5) penggunaan benih tahan genangan. Selain itu, Kementerian Pertanian melalui Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian bekerjasama dengan BMKG, LAPAN, KLHK, dan Kementerian PUPR juga telah mengembangkan Sistem Informasi Peringatan Dini dan Penanganan.

Kolaborasi informasi BMKG dan BNPB sangat diperlukan dalam kegiatan susur sungai ini. Susur sungai adalah salah satu cara untuk menggerakkan masyarakt sekitar DAS agar lebih mengenal potensi sungai di wilayahnya. Penggabungan informasi tersebut dapat digunakan untuk menemukan lokasi-lokasi yang rawan dan akan menjadi prioritas susur sungai. Selain itu, dapat pula mendorong masyarakat yang tinggal di sekitar DAS dengan potensi bencana minimal untuk ikut bergerak memanfaatkan alam tanpa merusaknya. Selain itu, Gerakan Memanen Air Hujan dapat dilakukan untuk menanggulangi bencana kekeringan. Konsep pemanenan air hujan di wilayah perumahan dan pertanian ini sangatlah sederhana Tangki air hujan dibuat untuk menampung air yang jatuh dari atap, kemudian dialirkan menuju tangki untuk disimpan dan dapat digunakan ketika diperlukan. Setelah tangki penampungan penuh, kelebihan air hujan tersebut selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam air tanah.

Pada bab selanjutnya, pembahasan mengenai sebuah webinar kedai iklim seri 5 yang membahas Peran Generasi Muda Dalam Melakukan Aksi Literasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Webinar diselenggarakan secara daring oleh Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG pada tanggal 24 Februari 2021 menggunakan online platform media. Webinar ini diikuti sekitar 622 peserta yang didominasi generasi muda pegiat perubahan iklim yang berasal dari berbagai kalangan, seperti kementerian dan lembaga terkait termasuk BMKG, akademisi (pelajar/mahasiswa/dosen), jurnalis, perkumpulan/perhimpunan bidang keahlian, kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM/ NGO), dan lain-lain.

Majalah Klima edisi V juga membahas tentang beberapa inovasi pembelajaran iklim. Sejak tahun 2011 BMKG telah melaksanakan salah satu program kerja unggulannya yaitu Sekolah Lapang Iklim (SLI). Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan informasi BMKG untuk sektor pertanian dalam rangka mendukung prioritas nasional terkait ketahanan pangan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan SLI berperan sebagai jembatan antara BMKG sebagai penyedia layanan informasi iklim dan cuaca dengan para petani sebagai end-user yang bisa memanfaatkan layanan informasi BMKG untuk mendukung aktivitas pertanian mereka.

Read more at https://iklim.bmkg.go.id/id/detail-klima/?tahun=2020&id=9Baca selengkapnya disini!

0

La Nina, si Gadis yang menyertai Musim Hujan di tengah Pandemi dan Perubahan Iklim

 


Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk!

Benarkah Iklim Mempengaruhi Penyebaran COVID-19?

            Tahun 2020 ini dunia dikejutkan dengan sebuah penyakit yang menyebar sangat cepat dan menginfeksi jutaan penduduk dunia, yaitu penyakit Coronavirus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan sebutan COVID-19. Penyakit ini merupakan jenis penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang sering disebut virus Corona. World Health Organization (WHO) telah menetapkan penyakit COVID-19 ini sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020 (www.who.int). Secara sederhana, pandemi diartikan sebagai status yang diberikan kepada suatu penyakit baru yang menyebar ke berbagai negara di luar negara asal ditemukannya penyakit tersebut. Sebuah kajian klinis oleh Huang dkk yang diterbitkan di Jurnal The Lancet pada akhir Januari 2020 melaporkan bahwa pasien zero (kasus pertama) yang ditemukan di Wuhan (China) telah menunjukkan gejala penyakit ini pada 1 Desember 2019. Ini berarti penyebaran virus corona di dunia telah genap berlangsung selama satu tahun pada November 2020 ini. Satu tahun setelah kasus pasien zero tersebut, yaitu per 05 November 2020, menurut data pada portal https://www.worldometers. info/coronavirus/, virus SARS-CoV-2 penyebab pandemi COVID-19 ini telah menginfeksi sebanyak 49 juta orang dengan total kematian mencapai 1,2 juta orang. Fakta ini menempatkan COVID-19 sebagai salah satu dari 10 pandemi yang mematikan yang pernah tercatat dalam sejarah (Pitlik, 2020).

            Sejak virus Corona mulai menulari ribuan orang di Wuhan-China pada Januari 2020, ilmuwan mulai berhipotesis bahwa penyebaran secara cepat dari penyakit ini tampaknya didukung oleh kondisi iklim saat itu yaitu musim dingin. Publikasi-publikasi ilmiah yang mengkaji kaitan iklim dengan penyakit COVID-19 segera bermunculan. Pada Februari hingga Maret 2020, kebanyakan hasil-hasil kajian disimpan dalam scientific repository yang belum mendapatkan peer-review, semacam medrxiv, sebuah server penyimpan naskah pre-print bidang kesehatan dan Social Science Research Network (SSRN) sebuah platform tempat menampung naskah pre-print di bidang sosial. Pada fase-fase awal penularan COVID-19 ini umumnya kajian menemukan adanya hubungan kuat antara iklim dengan kasus penularan COVID-19 dan menyatakan bahwa COVID-19 hanya bisa menyebar pada kondisi suhu yang rendah dengan kelembaban relatif pada level menengah hingga tinggi.

            Situasi ini menunjukkan bahwa negara tropis yang bersuhu hangat ternyata juga rentan terpapar COVID-19. Hingga November 2020 ini, Brazil sebagai negara tropis justru menempati peringkat ke-3 negara dengan jumlah kasus positif COVID-19 tertinggi di dunia. Sementara itu Kolombia dan Peru, negara tropis lainnya menempati peringkat ke-9 dan ke-11. Hal ini tampak mematahkan hipotesis bahwa penyebaran COVID-19 dipengaruhi oleh iklim.


KUALITAS UDARA JAKARTA PADA MASA PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR

            Akhir tahun 2019 lalu dunia dikejutkan dengan munculnya virus yang menyerang bagian pernapasan manusia. Terus melajunya angka penjangkitan dan korban meninggal COVID-19 menyebabkan pemerintah segera mengambil tindakan guna menekan jumlah kasus di Indonesia. Pada 31 Maret 2020 Presiden telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat terkait COVID-19 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan pertama kali di DKI Jakarta.

            Kualitas Udara Jakarta pada masa PSBB Penurunan aktivitas manusia di berbagai sektor akibat kebijakan PSBB rupanya berdampak positif bagi kota Jakarta yang terkenal sebagai kota dengan kualitas udara terburuk. Pasalnya, indikator pengukuran tingkat kualitas udara berdasarkan parameter partikulat (PM10) dan gas Nitrogen Dioksida (NO2 ) terpantau menurun sejak diterapkannya PSBB.


Baca selengkapnya pada link berikut https://iklim.bmkg.go.id/id/detail-klima/?tahun=2020&id=9

Read more for Majalah Klima V!

0

Krisis Iklim dan Perlunya Aksi Iklim yang Lebih Masif


Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk!

Majalah Klima merupakan media literasi yang menyajikan informasi seputar klimatologi dan kondisi iklim Indonesia. Majalah klima edisi III tahun 2020 berjudul “Krisis Iklim dan Perlunya Aksi Iklim Yang Lebih Masif” menyajikan berbagai informasi terkait iklim dan berbagai kegiatan yang dilakukan Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG. Informasi dalam majalah Klima disajikan dalam sebelas (11) rubrik, dimulai dari rubrik Klimaditorial, Analisis Klik untuk membaca majalah klima edisi ini! Iklim, Fenomena Ekstrem, Climate Innovation, Kabar Klima, Aktivitas, Gagasan, Hobi Ramah Iklim, Figure Klima, Klima Bakti, Climotivation, dan diakhiri dengan rubrik Galeri Klima.

Diawali dengan rubrik Klimaditorial yang membahas terkait Kesepakatan dunia terkait Krisis Iklim dalam event COP25 UNFCCC Madrid Talk yang diselenggarakan di Madrid, Spanyol pada tanggal 2 - 13 Desember 2019 yang sejatinya memiliki tujuan utama untuk mengklarifikasi regulasi dan komitmen yang akan membantu tercapainya tujuan pembatasan pemanasan global di bawah dua derajat Celsius, sebagaimana yang telah tercantum dalam Perjanjian Paris. Indonesia tentu saja mengirimkan delegasi RI atau Delri dalam event ini, BMKG merupakan salah satu yang termasuk bagian dari Delegasi RI yang turut serta dalam event tersebut. Pembahasan kemudian dilanjutkan oleh rubrik Analisis Iklim dan Fenomena Iklim Ekstrem yang memuat beberapa artikel terkait iklim, antara lain Karakteristik Temporal dan Spasial Hari Tanpa Hujan tahun 2019, IOD tahun 2019, dan Rekor Baru Hujan Ekstrem Banjir Jakarta tahun 2020. Rubrik Analisis Iklim dan Fenomena Iklim Ekstrem menyajikan fenomena iklim terkini (2019-2020) yang kemudian dianalisis menggunakan data-data yang telah diperoleh oleh BMKG dan hasil analisisnya disusun untuk disajikan sebagai bahan literasi iklim masyarakat.

Edisi kali ini merupakan etalase dari rangkaian kegiatan dan inovasi di Kedeputian Bidang Klimatologi yang dibahas pada rubrik aktivitas yang menjelaskan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Kedeputian Bidang Klimatologi, mulai dari Workshop SSEA-AIR, Workshop On Distilling Climate Information For Sectoral Application, dan kegiatan meningkatkan literasi iklim di kalangan generasi muda yang menampilkan salah satu agenda dari program ini, yaitu Climate Roadshow for Teenagers yang melibatkan kerjasama antara BMKG dengan lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah setingkat SMP dan SMA. Selanjutnya, edisi kali ini juga membahas Green Building sebagai inovasi dalam upaya menyelamatkan bumi dari global warming yang dibahas pada rubrik Climate Innovation. Gagasan dan pandangan-pandangan baru oleh para ahli dijelaskan secara detail pada rubrik gagasan yang memberikan pandangan terkait iklim. Rubrik Gagasan menampilkan informasi dengan tema Menaksir Kerugian Ekonomi Akibat Bencana Hidrometeorologi dan kenyamanan PON Papua. Pada rubrik Hobi Ramah Iklim, kita juga dapat menyimak cerita tentang aktivitas bersepeda yang bisa mengurangi tingkat emisi karbon jika dilakukan secara masif dan konsisten, sekaligus menghemat energi tak terbarukan sebagai salah satu upaya menciptakan clean environment.

Bagian akhir edisi kali ini ditutup dengan rubrik figur klima yang menampilkan hasil diskusi bersama bapak Marjuki, M.Si (Kepala Bidang Informasi Terapan BMKG) terkait penjelasan tentang Layanan Iklim untuk Indonesia Hijau, rubrik Klimabakti yang menampilkan kisah perjalanan karir dan deretan prestasi ibu Evi Lutfiati yang membuat beliau layak disebut sebagai Sang Srikandi, Rubrik Climotivation yang menampilkan kisah dan deretan prestasi cabang olahraga Tenis Meja ibu Andriyani Agus sebagai atlet tenis meja BMKG, dan diakhiri dengan penyajian dokumentasi kegiatan Sekolah Lapang Iklim di tengah Covid-19 yang disusun dalam rubrik Galeri Klima.


Baca lebih lengkap Majalah Klima Edisi III tahun 2020 pada link berikut ini : https://iklim.bmkg.go.id/id/detail-klima/?tahun=2020&id=14


0

Layanan Multisektor BMKG sebagai Bagian Pencapain SDGs13 Aksi Iklim

 

Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk!

Sektor transportasi, pertanian, sumber daya air, energi, pariwisata, kesehatan dan sektor ekonomi-industri termasuk diantara sektor-sektor yang sangat sensitif terhadap dinamika, variabilitas dan perubahan iklim. Oleh karenanya sangat membutuhkan data, informasi, dan layanan BMKG. Ditambah dengan kapasitas lingkungan yang terus terdegradasi, dampak pemanasan global dan perubahan iklim akan semakin teramplifikasi pada sektor sensitif tersebut, yang pada akhirnya berimbas secara langsung maupun tidak langsung pada sektor ekonomi dan meningkatkan angka kemiskinan. Panduan Global Layanan Iklim BMKG sebagai bagian dari institusi pemerintah sekaligus tergabung dalam organisasi meteorologi dunia (World Meteorological Organization, WMO) terus berusaha mengatasi tantangan-tantangan ini dengan mengembangkan kemampuan layanan iklim. Dalam GFCS, layanan iklim yang baik dan berdayaguna melibatkan kombinasi dari:

• Pengetahuan akumulatif yang baik terhadap iklim masa lalu, sekarang dan proyeksi iklim di masa depan;

• Identifikasi jenis dan bentuk layanan yang melibatkan informasi tentang iklim dan dampaknya (informasi berbasis dampak) yang diperlukan dalam masyarakat pada umumnya dan dalam sektor-sektor khusus yang sensitif terhadap variabilitas dan perubahan iklim;

• Pengembangan dan penyampaian pesan informasi dan serangkaian `produk` berbasis pengetahuan iklim dan didasarkan pada kebutuhan yang teridentifikasi; dan

• Penerimaan yang efektif oleh pengguna dalam menerapkan pesan informasi dan pemanfaatan produkproduk informasi untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan.

Dari panduan GFCS tersebut, beberapa layanan iklim merupakan bagian layanan utama diantaranya: data iklim, produk iklim, informasi iklim, dan layanan iklim yang bermanfaat pada pengambilan keputusan atau kebijakan.

Tetapi layanan informasi iklim tetap harus menerapkan tiga (3) dasar pokok layanan yaitu informasi yang berbasis ilmu pengetahuan, transformasi dari data dan informasi iklim yang dikemas dalam bentuk produk informasi yang efektif, dan dapat dijadikan sebagai acuan atau dasar yang membantu pengambilan keputusan.

INDONESIA MENGALAMI TAHUN YANG LEBIH PANAS DAN KERING variasi cuaca dan iklim sepanjang tahun 2018 telah terarsipkan oleh BMKG berdasarkan jejaring pengamatan data di seluruh negeri. Hasil pengamatansuhuudara oleh BMKG menunjukkan bahwa pada tahun 2018, Indonesia mengalami kondisi suhu yang lebih panas dibandingkan normalnya. Daerah dengan anomali suhu terbesar (kondisi paling panas dibandingkan normalnya) teramati di Kupang dengan kisaran anomali sebesar 1. Sedangkan daerah dengan anomali negatif (lebih dingin dibanding normalnya) adalah Tual dengan anomali sebesar -0. Sejalan dengan data suhu tersebut, Indonesia juga mengalami kondisi hujan yang lebih kering dibanding normalnya. Data pengamatan dari 91 stasiun menunjukkan bahwa kondisi hujan lebih rendah disbanding normalnya terjadi pada sebagian besar titik pengamatan, yaitu 81% stasiun. Secara nasional, akumulasi curah hujan sepanjang tahun 2018 adalah sebesar 87% dibanding normalnya.

Daerah dengan curah hujan hujan tertinggi dibanding normalnya (anomali paling basah) adalah Blang Bintang, Aceh yaitu sebesar sekian 173%. Sedangkan daerah dengan curah hujan terendah dibanding normalnya (anomali hujan paling kering) adalah Medan (Polonia) yaitu sebesar 56%. Secara umum, daerah yang mengalami kondisi hujan dibawah normal terdapat di Indonesia bagian selatan meliputi Sumatera bagian selatan, Jawa, Nusa Tenggara. Curah Hujan Maksimum Harian Tertinggi sebesar 475mm di Siwa, Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan yang terjadi pada tanggal 20 Mei2018. Curah Hujan Maksimum Harian Tertinggi ke-2 sebesar 400mm di Karang Nunggal, Tasikmalaya Jawa Barat, yang terjadi pada tanggal 6 November 2018. Curah hujan tertinggi tahun 2017 : 545 mm, 28 November 2017 di Pacitan Jawa Timur (Saat Siklon Cempaka) Distribusi Curah Hujan Maksimum Dasarian sebagian besar terjadi di Bulan Desember = 21%(Dasarian1,3) sedangkanJumlahHujan tertinggi Dasarian terjadidi Sulawesi Selatan. Curah Hujan Maksimum Bulanan terdistribusi sebagian besar pada bulan Januari & Maret sebanyak 34%, Curah Hujan tertinggi ke-1 di : PTP. 4ºС yang terjadi di Stasiun Meteorologi Sintang Kalimantan Barat pada tanggal 20 Februari 2018. 8ºС yang terjadi di Batang Alai Utara Kalimantan Selatan pada tanggal 4 Oktober 2018. Sedangkan, suhu terendah selama 2018 terjadi di Ruteng NTT dan Wamena Papua, sebesar 10ºС pada tanggal 10 Juli

Analisis 2019 vs Prakiraan Hujan 2020 VS 2021 vs Normal SEPTEMBER AGUSTUS JULI MARET FEBRUARI JANUARI - Tahun 2019 Warga berbagai wilayah di Indonesia pada bulan Juli lalu merasakan suhu dingin pada malam hari yang tidak biasanya. Beberapa tempat dataran tinggi juga dihebohkan oleh munculnya embun beku yang diviralkan bak salju di Eropa, seperti di Dieng, Semeru, Bromo, dan Gunung Gede, Bogor. Pada 17 Juli 2019, data pengamatan suhu dari Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geosifika menunjukkan suhu terdingin tercatat di Tretes, Malang (12,6ºC) dan Ruteng, NTT (14,6ºC). Pada saat musim kemarau memasuki puncaknya, memang sudah hampir setiap tahunnya wilayah di Indonesia bagian selatan dilaporkan merasakan suhu lebih dingin malam hari terutama saat langit cerah. Dari catatan tersebut nyatalah bahwa fenomena suhu dingin di Malang memang bukan sesuatu yang luar biasa, pernah terjadi sebelumnya dan tidak mencapai rekor baru dari suhu terdingin yang pernah terjadi yaitu 10,2ºC pada tahun2014. Pertanyaan berikutnya adalah seberapa ekstrem suhu dingin di Tretes itu bila kali ini merupakan terdingin ke-3 selama 37 tahun? Analisis statistik ekstrem untuk data BMKG Tretes menunjukkan tren signifikan semakin dinginnya suhu pada musim kemarau terutama pada rezim iklim saat ini. Peluang kejadian (periode ulang) ekstrem suhu dingin terjadi pada 2, 5, 10, 50, 100 tahun sekali tidak terjadipadarezim iklim 1990-an. Hal berbeda di Karangploso yang umumnya lebih hangat dari Tretes, justru fenomena suhu dingin cukup jarang terjadi dan suhu dingin 2019 memiliki periode ulang 20 tahun. Secara geografi, Tretes yang berada di lereng pegunungan Arjuna-Welirang berada pada ketinggian 600-900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Secara meteorologis, suhuudaraakan turun secara gradual mengikuti ketinggian tempat dengan rata-rata laju penurunan suhu adiabatis (lapse rate adiabatic) setiap naik 100 meter adalah 0. Saat berita viral sering terjadinya fenomena embun es (orang kebanyakan latah dan salah kaprah menyebutnya sebagai salju) di sekitar Candi Arjuna lereng pegunungan Dieng, pada tanggal 20 Juni 2019 jam 06. Dengan lapse rate 0,65ºC -0,95ºC setiap naik 100m maka estimasi suhu udara di wilayah Dieng diperkirakan dapat mencapai 4,5ºC hingga 0,1ºC. 65ºC - 0,95ºC /100m maka estimasi suhu udara di wilayah ketinggian Dieng diperkirakan sekitar 4,9ºC hingga 2,7ºC. Dengan estimasi ini,teranglahbahwasangat mungkin di Dieng dapat mencapai suhu hingga 0ºC. Pada saat kejadian frost tahun 2019 ini, BMKG memasang AWS portable di pelataran Candi Arjuna dan memang pada saat terjadinya frost pada tanggal 9-15 Juli 2019, suhu minimum tercatat mencapai -1,3ºC hingga 2ºC.

Berdasarkan proses pembentukan frost, kejadian frost di Dieng diklasifikasikan sebagai frost radiative yang disebabkan oleh proses pelepasan radiasi panas pada malam hari yang lebih intensif dari permukaan tanah yang menyebabkan cepatnya pendinginan permukaan. Proses ini dikaitkan dengan pusaran tekanan udara tinggi pada malam hari dengan angin yang tenang dan tanpa terjadinya awan (malam yang cerah). Radiasi gelombang panjang pelepasan dari permukaan bumi ke atmosfer menjadi faktor utama yang menyebabkan pendinginan suhu, sehingga pada malam hari terjadi kehilangan energi radiasi yang besar dan lebih cepat. Hembusan Angin Monsun Australia yang membawa massa udara kering dan dingin semakin intensif dan ekstensif menyebabkan suhu di wilayah pegunungan menjadi lebih dingin dari biasanya. Pemanasan dan penguapan terjadi lebih maksimal tetapi uap air di permukaan terbatas menjadikan suasana udara kering dan panas siang hari tetapi super dingin pada malam hari.

• Tidak adanya tutupan awan juga menyebabkan radiasi balik gelombang panjangpada malam hari semakinkuat dan lebih banyak dilepas langsung ke atmosfer yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan permukaan tanah dan atmosfer bagian bawah lebih cepat mendingin, bahkan hingga di bawah titik beku nol derajat sehingga memungkinkan membentuk embun dan membeku.

• Lokasi dan topografi wilayah sekitar Candi Arjuna termasuk dataran yang berada di lereng pegunungan. Embun es biasanya terjadi pada daerah ngarai (valley) dataran tinggi yaitu dataran yang cukup luas dikelilingi pegunungan. Pada saat kejadian embun beku, beda suhu udara antara ngarai dan lereng dapat mencapai 4– 11ºC. Embun es terbanyak pada tahun 2017, beda suhunya mencapai 11,3ºC, di mana suhu di ngarai (dekat Candi Arjuna) mencapai -1,8ºC sedangkan suhu lereng adalah9,5ºC.

 

PERINGATAN DINI DENGUE (DBDKL UNTUK ANTISIPASI POTENSI WABA DBD DI DKI JAKARTA)

Informasi ini menjadi acuan dalam pembuatan Peringatan Dini DBD berbasis iklim di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika(BMKG) yangsalahsatufungsinya adalah memberikan informasi iklim berbasis sektoral (berbasis dampak). Hal ini tentunya tidak terlepas dari pentingnya pengaruh iklim yang signifikan terhadap DBD. Beberapa parameter iklim seperti curah hujan, kelembapan udara, dan suhu udara mempengaruhi secara signifikan perkembangan DBD di wilayah-wilayah tertentu. Keterlibatan semua pihak ini diantaranya mencakup 27 dini DBD dan prediksi kejadian DBD untuk antisipasi potensi wabah DBD, sehingga perlu tindak lanjut agar ada langkah-langkah antisipasi sedini mungkin dari berbagai pihak. Sejak April 2017 hingga hingga saat ini Pusat Layanan InformasiIklim Terapan BMKG (Pusyanklim) menggandeng Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG (Puslitbang), Biro Hukum dan Organisasi BMKG, juga partner dari luar BMKG seperti Pemerintah Provinsi DKIJakarta(PemprovDKI),DinasKesehatan Provinsi DKI Jakarta (Dinkes Prov DKI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membangun Informasi Peringatan Dini DBD berbasis iklim (DBDKLIM).

Tujuan dari kegiatan ini adalah membangun informasi yang cepat dan tepat berupa peringatan Pembangunan informasi peringatan dini DBD ini melaluibeberapatahap,berawaldari penjajakankerjasama melalui mediadiskusi, pengembangan pemodelan iklim dengan penyakit DBD, hingga menjadi operasional rutin setiap bulannya.

BMKG dengan Dinkes Prov DKI sebagai fasilitator beberapa pertemuan, melakukan operasional rutin peringatan dini DBD setiap bulannya, lalu melakukan tindak lanjut ke lapangan, dan peran-peran lainnya. Seperti Penyelidikan Epidemiologi (PE), Penyuluhan, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), hingga Fogging Khusus dimana tindak lanjut tersebut di lakukan oleh Dinkes Prov DKI ke jajaran di bawahnya di seluruh Suku Dinas Kesehatan di seluruh DKI Jakarta.

Pembangunan peringatan dini DBD ini bisa dilakukan untuk wilayah lain selain DKI Jakarta, seperti rencana replikasi atau adopsi peringatan dini DBD DKI Jakarta untuk wilayah Bali dan Malang yang IM) H KABAR KLIMA masih dalam tahap pengerjaan. Kegiatan pembangunan peringatan dini tersebut mendapatkan apresiasi baik dari badan dunia seperti WMO dan WHO, dimana kegiatan ini sebagai implementasi bagian komponen utama dari area prioritas GFCS terkait informasi iklim untuk kesehatan. Selain itu juga informasi peringatan dini DBD DKI Jakarta ini menjadi salah satu bahan diskusi dalam rangka kegiatan APEC 2019 di Chile, yaitu APEC Climate Symposium 2019.

Diskusi tersebut secara umum membahas kaitan layanan informasi iklim berbasis sektor kesehatan dan respon masyarakat. Salah satu rekomendasinya adalah agar informasi peringatan dini DBD dapat diperluas hingga mencakup seluruh wilayahIndonesia, selainitujugadisarankan untuk melakukan validasinya. Peran iklim yang besar menuntut BMKG ikut serta dalam mencegah penyakit DBD dengan memberikan layanan informasi iklim terkait sektor kesehatan. Oleh karena itu pengembangan informasi peringatan dini DBD sudah menjadi kebutuhan tidak hanyauntuk masyarakat wilayah DKI Jakarta saja namun juga wilayah lain di seluruh Indonesia.

Langkah yang bisa dikatakan cukup mudah adalah dengan mengadopsi kegiatan pembangunan peringatan dini DBD DKI Jakarta dilakukan untuk wilayahlainnya, seperti yang saat ini sedang di bangun di wilayah Bali dan Malang Raya. Tentu diperlukan peran Kemenkes RI sebagai instansi yang menaungi sektor kesehatan untuk mempermudah langkah tersebut. Selainitu, setelah adanya apresiasi dari badan dunia diharapkan dengan terbangunnya informasi peringatan dini DBD ini dapat menjadiacuan kegiatanserupabaginegara-negaralainnya. Dirancang untuk memberikan dukungan terhadap layanan informasi peringatan dini iklim yang cepat, tepat, akurat, handal dan mudah dipahami pada Kedeputian Bidang Klimatologi, lahirlah All New CEWS.

Climate Early Warning System (CEWS)pada dasarnya adalah suatu sistem informasidan monitoring kondisi iklim yang dibangun untuk memberikan peringatan dini pada daerah-daerah rawan bencana alam khususnya kekeringan, ketersediaan air, banjir, longsor akibat adanya iklim ekstrem maupun adanya faktor perubahan iklim sehinga dampak kerugian yang ditimbukan dapat dihindari.

Baca selengkapnya pada https://iklim.bmkg.go.id/id/detail-klima/?tahun=2019&id=7Read More Majalah Klima edisi ini, yuk!

0

Inovasi Informasi dan Publikasi untuk Layanan Iklim yang Lebih Baik


Tim Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka 2023 BMKG dan Pendidikan Geografi UNJ

Hallo sobat Iklim! Mari baca Majalah Klima BMKG, yuk!

KLIMADITORIAL A MENUJU COP 24 KATOWICE Melecutkan tindaklanjut aksi iklim atas Kesepakatan Paris 2015 pada 2 – 14 Desember 2018, Delegasi Pengendalian Perubahan Iklim negara-negara yang tergabung dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) berkumpul di Katowice, Polandia menyelenggarakan Conference of Parties ke 24 (COP24). Para delegator itu akan terlibat dalam dialog fasilitatif (Dialog Talanoa), kolektifitas menuju kesepakatan bersama untuk tindakan jangka panjang implementasi Perjanjian Paris dan untuk mengkonfirmasikan setiap negara tentang persiapan terkait komitmen “kontribusi nasional yang ditentukan” (NDC) pengendalian emisi gas rumah kaca mereka.

Dialog Talanoa adalah sebuah dialog dari tradisi Fiji untuk mengambil tindakan kolektif yang transparan menuju implementasi suatu tujuan bersama berdasarkan kesadaran sama rasa, sama lara dan sama berdaya, melaui proses yang inklusif dan partisipatif. Upaya untuk memerangi perubahan iklim, diantaranya adalah Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 dan Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang keduanya dilaksanakan di Nusa Dua Bali. Hal positif dalam pertemuan-pertemuan itu adalah upaya serius menuju Paris Limit 2°C. Hasil pertemuan OOC juga mendukung langkah penguatan kualitas komitmen dengan distribusi yang seimbang untuk setiap bidang tindakan pengendalian perubahan iklim. Tindaklanjut aksi iklim juga sangat bergantung pada aksi negara-negara berkembang untuk sepenuhnya menerapkan target NDC dan tetap komitmen terhadap kesepakatan Paris untuk menekan laju suhu dunia tidak lebih 2°C, bahkan sebisa mungkin kurang dari 1.

Di COP24 nanti diharapkan akan juga muncul sinyal tambahan dan perjanjian konkret mengenai prediktabilitas dan akuntabilitas untuk membuat Kesepakatan Paris dapat terimplementasi.

Laporan itu menemukan bahwa dunia harus mengurangi emisi karbon 45% pada tahun 2030 untuk mencegah pemanasan yang sangat merusak. 5°C dari target awal Perjanjian Paris 2°C ternyata membuat perbedaan besar dalam hal dampak. Laporan itu lebih lanjut menunjukkan instrument apa yang diperlukan untuk memenuhi tujuan Kesepakatan Paris dalam membatasi pemanasan global kurang dari 1. Target niatan kontribusi nasional (INDC) Indonesia pada periode pertama ini adalah pengurangan 29% emisi dengan upaya sendiri dan 41% jika ada bantuan dan kerja sama internasional pada tahun 2030.

Prediksi dan Kemungkinan Dampaknya bagi Iklim di Indonesia, 3 bagian per juta (ppm) pada 2016, naik dari 400ppm pada 2015 karena kombinasi aktivitas manusia dan peristiwa El Niño kuat 2015 sebagaimana laporan yang dimuat The Greenhouse Gas Bulletin WMO, tahun ini.

8 gigaton dan tahun 2020 diproyeksikan meningkat pada level ~2. Para ahli memperkirakan kenaikan 2°C diproyeksikan terjadi bila emisi CO2 dunia mencapai ~2900 gigaton setara dengan konsentrasi CO2 450 ppm. Proyeksi perubahan iklim model IPCC mengindikasikan kenaikan suhu global 2°C dapat terjadi di sekitar 2050 untuk skenario bussiness as usual (BAU/RCP4.

5), dan sekitar 2040 pada skenario emisi karbon terparah (RCP8. Oleh karenanya pada COP24 nanti, atas alasan itu semua, para pihak yang hadir UNFCCC harus mampu mewujudkan visi Paris dengan cara, Meningkatkan komitmen peningkatan target NDC pada tahun 2020 yang berbasis sains iklim yang kuat dan Menegaskan kembali komitmen pendanaan iklim mereka, menyetujui standar akuntansi yang kuat dan cara-cara konkret untuk meningkatkan prediktabilitas dana dari negara-negara kontributor. Beberapa elemen akan diperlukan untuk memungkinkan tindakan segera dan jangka panjang. Selain itu, meskipun sudah menjadi kesadaran global bahwa tindakan mendesak diperlukan untuk menghindarinya. Analis Iklim di Kedeputian Bidang Klimatologi, BMKG El-Nino 2018/2019 Pada akhir tahun ini, fenomena El-Nino diperkirakan akan kembali terjadi.

Menurut WMO, melalui pemutakhiran tanggal 10 September 2018, peluang terjadinya El-Nino lemah pada akhir tahun ini cukup besar yaitu 70%, Kejadian El-Nino lemah terjadi pada tahun 1953/1954, 1958/1959, 1969/1970, 1976/1977, 1977/1978, 1979/1980, 2004/2005, 2006/2007 dan 2014/2015. El-Nino lemah umumnya terjadi dalam durasi yang pendek yaitu sekitar 5-6 bulan. Hanya ada dua kejadian El-Nino lemah dengan durasi yang panjang yaitu El-Nino 1953/1954 yang berlangsung selama 13 bulan dan El-Nino Fenomena Elnino Badan Meteorologi Dunia (WMO) mendefinisikan El-Nino sebagai suatu gejala alamiah yang melibatkan perubahan suhu permukaan laut (sea surface temperature – SST) di Samudera Pasifik sekitar ekuator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur yang meningkat hingga di atas rata-ratanya. Peningkatan suhu permukaan laut ini, pada prosesnya menyebabkan terjadinya perubahan pada pola sirkulasi di atmosfer sebagai akibat keterhubungan antara lautan dan atmosfer (ocean-atmosphere coupling). Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di Samudera Pasifik sekitar ekuator bagian tengah dan timur umumnya dingin, sedangkan di bagian barat (sekitar kepulauan Indonesia) umumnya hangat atau biasa dikenal dengan istilah warm pool (kolam hangat).

Warm pool ini menjadi lokasi naiknya massa udara (ascending branch) di dalam sistem sirkulasi Walker (Walker circulation) dan berkontribusi terhadap tingginya kandungan uap air di wilayah Indonesia sehingga memudahkan terbentuknya awan-awan hujan. Ketika fenomena El-Nino terjadi, suhu permukaan laut di pasifik ekuator bagian tengah dan timur menghangat, sedangkan perairan sekitar Indonesia justru mendingin, sehingga seolah-olah terjadi pembalikan kondisi.

Pemantauan gejala El-Nino dilakukan oleh lembaga-lembaga riset dengan cara memasang alat perekam data atmosfer dan kelautan yang dikenal dengan istilah weather buoy (pelampung pengukur cuaca). Melalui kegiatan yang dinamakan Global Tropical Moored Buoy Array Program, negara-negara maju bekerja-sama memasang weather buoy di Samudera Pasifik, Atlantik dan India. Dengan alat-alat inilah, ditambah dengan hasil pengamatan melalui satelit, data suhu permukaan laut (dan juga hingga kedalaman tertentu) bisa dipantau dan gejala fenomena El-Nino bisa diketahui lebih dini. Prediksi ini didasarkan pada hasil pemodelan komputer (baik model dinamis maupun statistik) yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga riset di dunia dan diskusi para ahli iklim termasuk di antaranya adalah pakar dari NOAA-USA, BoM-Australia, JMA-Jepang, KMA-Korea dan BMKG-Indonesia. Pada Bulan November 2018 hingga Januari 2019, model dinamis memperkirakan kenaikan suhu permukaan laut di pasifik timur dan tengah mencapai 0.

Peluang kejadian El-Nino pada akhir tahun 2018 (WMO, 2018). Publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa dampak El-nino terhadap iklim di Indonesia bervariasi tergantung pada intensitas El-Nino, durasi El-Nino dan musim saat kejadian. Secara umum, El-Nino dengan intensitas kuat akan memberikan dampak yang lebih besar daripada El- Nino dengan intensitas sedang dan lemah. Sedangkan secara musim, dampak El-Nino akan lebih terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, bahwa dampak El-Nino juga ternyata berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain, bergantung pada karakteristik iklim lokal. Analisis komposit terhadap curah hujan bulanan pada kejadian El-Nino lemah untuk Bulan November dan Desember. Tanda arsir menunjukkan daerah dengan anomali yang signifikan secara statistic, dengan sampel kejadian El-Nino lemah sebanyak 8 kali (data hujan hanya tersedia hingga 2013 sehingga El Nino 20014/2015 tidak diikutkan dalam analisis). Tampak bahwa jika El-Nino lemah terjadi untuk Bulan November akan terjadi penurunan jumlah curah hujan bulanan antara 5% sampai dengan 50% dibandingkan pada tahun netral, meliputi wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan sebagian Papua.  Untuk Bulan Desember, pola anomali curah hujan sebagai dampak El- Nino lemah kurang lebih mirip dengan yang terjadi pada Bulan November, kecuali daerah Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian timur dan Papua Barat (berubah dari anomali positif ke anomali negatif).

Lihat selengkapnya di https://iklim.bmkg.go.id/id/detail-klima/?tahun=2018&id=6


0

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com